Entri Populer

Selasa, 07 Juni 2011

Prostitusi Hukum dan Peradilan

Hukum dan Peradilan merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum ditegakkan oleh lembaga peradilan dengan putusan hakim. Hukum sebagai sarana memperoleh keadilan bagi masyarakat melalui lembaga peradilan yang memiliki kebebasan serta tidak ada intervensi maupun keberpihakan kepada salah satu pihak yang berperkara. Hukum merupakan refleksi dari keadaan masyarakat yang ada pada saat tersebut, dengan adanya hukum maka dapat digambarkan permasalahan-permasalahan yang ada dimasyarakat saat itu. Selain itu hukum merupakan bentuk produk politik, dimana kepentingan politik penguasa saat itu akan tercermin dalam bentuk atau hasil dari produk hukumnya.
Lalu apa hubungannya dengan prostitusi sebagaimana dalam judul artikel ini. Penulis mengibaratkan hukum dan peradilan layaknya sebuah prostitusi. Dimana dalam prostitusi, seseorang yang akan memakai jasa PSK diharuskan membayar harga berdasarkan kesepakatan ataupun tarif yang sudah ditentukan. Begitu pula dengan penegakkan hukum dilembaga peradilan, kemenangan pihak yang berperkara dapat ditentukan dengan kesepakatan harga yang dicapai antara pihak yang berperkara dengan Oknum penegak hukum. Konspirasi dalam pengadilan yang terjadi antara Hakim, Jaksa dan Pihak yang berperkara sudah sering terjadi. Contohnya saja dalam perkara Jaksa Urip Trigunawan, yang kedapatan menerima suap. Begitu pula dengan tertangkapnya Hakim pengawas Kepailitan pada PN Jakarta Pusat Syarifudin oleh KPK ketika ia sedang menerima suap oleh Pihak yang berperkara dalam pailitnya PT. SCI.
Tawar menawar harga untuk sebuah putusan ataupun dakwaan layaknya tawar menawar harga pada praktek prostitusi. Sepakat dengan harganya, silahkan pakai (PSK) maupun putusan atau dakwaan sesuai dengan yang diharapkan (Pengadilan). Padalah resiko yang dihadapi tidaklah enteng, baik bagi PSK maupun Penegak hukum macam Hakim dan Jaksa. Bagi PSK dan Penikmatnya, resiko terkena penyakit kelamin bahkan HIV/AIDS mengancam setiap saat. Begitu pula dengan Oknum Hakim dan Jaksa, dimana kinerja mereka yang tengah dalam sorotan, apabila tertangkap tangan maka mereka yang akan duduk dikursi pesakitan.
Sama-sama memiliki resiko tinggi, dan sama-sama perbuatan yang dilarang oleh Hukum dan Agama.
Dilihat lebih lanjut, ketika resiko itu terjadi baik PSK maupun Oknum Hakim dan Jaksa pasti akan dilepas oleh tempat bekerjanya. Tidak lagi mendapat dukungan maupun bantuan dari teman-temannya. Parhnya lagi jasa-jasa mereka tidak akan diingat oleh orang lain, yang diingat hanyalah keburukan yang mereka lakukan. Jadi sudah sepantasnya hukum dan peradilan ini dibenahi sehingga tidak akan ada lagi prostitusi dalam hukum dan peradilan.

Berapa Harga Hukum?

Penegakan hukum lagi-lagi menjadi sorotan. Ditengah upaya pemerintah menggalakkan kembali kesadaran hukum masyarakat dan perbaikan institusi penegak hukum, tertangkapnya Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan inisial S kembali membuat masyarakat menjadi pesimis dengan komitmen dari pemerintah dan aparat penegak hukum. Bagaikan jatuh tertimpa tangga, sudah keadaan penegakkan hukum carut marut ditambah lagi dengan ulah sejumlah oknum penegak hukum yang memanfaatkan jabatannya untuk memperoleh keuntungan sendiri. Kalau sudah begini , kemana lagi masyarakat pencari keadilan akan menaruh harapannya akan terciptanya keadilan bagi dirinya.
Institusi penegak hukum kembali diguncang masalah pelik, yaitu suap. Seperti tidak belajar dari kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan terdahulu, oknum-oknum penegak hukum kembali membuat ulah. Sepertinya remunerasi gaji Hakim tidak berimplikasi positif terhadap perilaku hakim. Pun mungkin dengan gaya hidup modern sekarang ini dimana tingkat kebutuhan hidup semakin meningkat, namun rasanya tak pantas dan memang tak pantas seorang hakim menerima suap.
Sebegitu murahnya kah harga hukum yang ada. Hanya dengan bermodalkan uang sekian ratus juta, hukum bisa dibeli. Hal ini mengingatkan kembali kasus Gayus Tambunan yang bebas keluar masuk Rutan Mako Brimob setelah menyuap beberapa oknum petugas di Rutan tersebut. Tidak ingatkah para penegak hukum bahwa perbuatannya itu akan dipertanggung jawabkan baik didunia maupun di akhirat. Sepadankah harga yang mereka tawarkan dengan akibat dan tanggung jawab yang mereka pikul. Bagaikan peribahasa nila setitik rusak susu sebelanga, hanya dengan uang sekian ratus juta, rusak semua karir dan kehidupan pribadi yang mereka jalani. Tidak kasian kah dengan keluarga mereka yang juga ikut merasakan dampak akibat perbuatan mereka.
Sudah sepantasnya para penegak hukum sekarang ini diajarkan kembali arti dari sebuah keadilan. Sudah pantaskah keadilan yang harusnya dijunjung tinggi dalam penegakkan hukum, di rusak hanya dengan segepok uang dolar. Pantaskah karir yang mereka bangun dan kehidupan keluarga yang mereka jalani, dirusak hanya dengan sekarung rupiah. Ingatlah bahwa yang setiap perbuatan pasti ada pertanggung jawabannya. Lalu berapa harga hukum yang pantas jika pengorbanan yang akan mereka dapatkan terlampau besar?

Minggu, 05 Juni 2011

Macet Maning

Macet Lagi Macet Lagi Gara Gara Si Komo Lewat. Sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Kak Seto dan Sikomo. Sampai Saat ini walaupun lagu ini sudah tidak diperdengarkan lagi namun kenyataannya kemacetan memang masih ada, bahkan semakin menjadi.
Perkembangan dunia Industri Otomotif yang sangat pesat menyebabkan volume kendaraan di indonesia bahkan dunia melesat tajam. Peningkatan volume kendaraan ini tidak atau kurang diimbangi dengan peningkatan jumlah maupu  lebar jalan, terutama dikota-kota besar macam jakarta dan surabaya. Masalah kemacetan bukan lagi masalah lokal saja namun sudah menjadi masalah nasional. Kemacetan merupakan salah satu masalah yang terus dipikirkan oleh pemerintah untuk dipecahkan.
Di Jakarta sendiri, pemerintah daerah kota Jakarta terus berupaya untuk mengembangkan sistem transportasi masal yang diharapkan mampu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi sehingga kemacetan dapat sedikit teratasi. Namun sudah beberapa tahun berselang semenjak hadirnya sistem transportasi masal "Transjakarta" atau yang lebih dikenal dengan sebutan "Busway", kemacetan bukannya mereda malah bertambah. Hal ini dikarenakan jalur Busway justru memakan jalur kendaraan normal, sehingga jalur kendaraan normal mengalami penyempitan. Masalah lain yaitu semakin mudahnya masyarakat untukmemperleh kendaraan bermotor terutama roda dua, dimana sekarang hanya dengan uang muka sebesar Rp.500.000,- saja sudah dapat membawa pulang sebuah motor. Masalah lain yaitu sistem transportasi semacam angkot dan bus-bus yang tidak mempunyai halte dan biasa ngetem disembarang tempat terutama dititik-titik keramaian juga menambah masalah kemacetan. Belum lagi dengan banyaknya jalanan yang berlubang, yang membuat laju kendaraan melambat dan bahkan memakan korban jiwa. Penggunaan sistem 3 in one dijakarta juga belum mampu mengurangi jumlah kendaraan roda empat, bahkan menimbulkan masalah baru, yaitu munculnya joki-joki 3 in one.
Bisa dibayangkan berapa jumlah liter bahan bakar yang habis hanya untuk berangkat dari rumah ke kantor, berapa lama waktu yang terbuang hanya untuk mencapai tempat tujuan. Masalah kemacetan ini bukan saja tanggung jawab pemerintah untuk memecahkannya namun merupakan tugas kita bersama untuk mencari solusi yang terbaik. Saya sendiri bingung untuk memberikan sebuah solusi cerdas guna menghadapi kemacetan ini, perlukah monorail atau sistem transportasi masal semacam kereta shinkansen layaknya dijepang??Apapun itu mari berharap yang terbaik bagi kemajuan negeri ini.

Kenapa Harus Takut dengan Razia

Razia. Sebuah kata yang tentu sudah dikenal oleh masyarakat, terutama bagi pengendara kendaraan bermotor. Bisa dikatakan sebuah momok bagi sebagian pihak. Kenapa demikian? Bagi sebagian orang razia dianggap hanya sebagai akal-akalan Oknum Polisi untuk mendapatkan "tambahan". Seperti kebanyakan Razia yang dilakukan oleh Polisi dimana pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan Surat-surat kendaraan bermotor, seperti SIM dan STNK, maupun pemeriksaan barang bawaan serta surat izinnya jika barang yang dibawa membutuhkan surat izin, seperti Kayu dan Hewan Ternak.
Razia yang dilakukan oleh Polisi sebenarnya bertujuan agar masyarakat mematuhi tata administrasi dalam berkendara, yaitu membawa surat-surat kendaraan dan surat izin mengemudi (SIM). Ibaratnya, orang yang sudah membeli tiket pesawat, ia naik kepesawatnya tapi tidak dapat menunjukkan tiket pesawatnya, akhirnya ia tidak diperkenankan menaiki pesawat tersebut, ataupun apabila sudah terlanjur, maka yang bersangkutan akan dikenai sanksi, misal membayar tiket pesawat 2 kali lipat.
Sebenarnya masyarakat tidak perlu takut dengan Razia apabila ia sudah melengkapi syarat administrasi tersebut sebelum berkendara. Tentunya juga ditunjang dengan kendaraan yang layak jalan dan memenuhi kelengkapan, misal memasang 2 kaca spion dan menyalakan lampu utama untuk kendaraan roda 2, dsb.
Razia merupakan salah satu bentuk upaya kepolisian dalam meminimalisir penggunaan kendaraan bodong (tak bersurat) maupun kendaraan curian, pun untuk menertibkan masyarakat dalam berkendara. Walaupun dalam prakteknya, tidak jarang ada Oknum Kepolisian yang memanfaatkan apabila ada masyarakat yang tidak membawa surat kelengkapan berkendaranya. Namun terlepas dari hal negatif tersebut, hendaknya masyarakat atau kita sendiri hendaknya juga ikut tertib dengan membawa surat kelengkapan berkendara dan juga ikut tertib dalam berlalu lintas dijalan raya. Sehingga kita bisa pergi ketempat tujuan tanpa terhambat urusan administrasi kelengkapan berkendara. Kalau kita sudah melengkapi surat kelengkapan berkendara, mengapa mesti takut razia?

Hakikat Seorang Hakim

Hakim. Sebuah profesi yang amat sangat dihormati oleh siapapun. Sebuah profesi yang amat membutuhkan kekuatan lahir dan batin dalam menentukan sebuah putusan. Hakim, sebuah pekerjaan yang langsung berhubungan dengan Tuhan, sebagaimana terdapat dalam amar putusan hakim yang selalu diawali dengan kalimat "Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Hakim merupakan bagian dari penegakan Hukum yang menempati pole terakhir, dimana ia yang menentukan seseorang itu bersalah atau tidak. Sebuah putusan yang salah, maka ia akan langsung bertanggung jawab kepada Tuhan. Bersama dengan Kepolisian, Kejaksaan dan Advocat, bahu membahu menegakkan terwujudnya keadilan. Oleh karena itu sudah sepantasnya Hakim, baik didalam ataupun diluar persidangan harus memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Hakim harus menjadi tauladan baik bagi diri dan keluarganya, maupun orang lain. Hakim harus mampu menjaga harkat dan martabat  "Hakim" dalam dirinya. Apabila Hakim mampu mengendalikan hawa nafsu dan menahan godaan dari pihak luar, niscaya tidak akan lagi ditemukan kasus Seorang Hakim ditangkap atas tuduhan menerima suap, ataupun memainkan perkara sehingga menguntungkan salah satu pihak.