Entri Populer

Rabu, 26 Oktober 2011

Papua Membara

Papua merupakan salah satu provinsi di indonesia bagian barat. Melalui suatu pergulatan politik, papua diberikan otonomi khusus oleh pemerintah indonesia UU No 10 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus Papua. Penyebab lahirnya Otonomi khusus ini disebabkan oleh adanya permasalahan mengenai sejarah proses integrasi papua, masalah keamanan dan pelanggaran HAM, serta kegagalan pemerintah dalam membangun papua memjadi daerah yang sejahtera, termasuk dalam bidang pemerataan pendidikan dan pembangunan. Sudah bukan rahasia lagi bahwa papua merupakan salah satu kawasan di indonesia yang cukup tertinggal, terutama bagi mereka yang tinggal didaerah pedalaman (pegunungan). Struktur geografis papua yang cukup ekstrim menyebabkan pembangunan infrastruktur terhambat.
 
Baru-baru ini Papua kembali memanas, adanya masalah internal PT Freeport tentang kesejahteraan pekerja, gerakan separatis Papua Merdeka yang diikuti penembakan karyawan PT Freeport, bahkan salah seorang kapolsek dipapua juga turut menjadi korban penembakan menunjukkan bahwa ada yang tidak beres dengan papua. Konflik antar suku yang kerap menimbulkan korban jiwa seolah tidak pernah berakhir, sekalipun sudah ada penyelesaian melalui janlan adat maupun formal.

Konflik dipapua memang bukan hal yang baru, sejak jaman orba pun sudah ada gerakan separatis ini. Namun, baru setelah reformasi gerakan ini kembali menggeliat. Belum hilang dari ingatan kita ketika sekelompok orang menari adat papua dengan mengenakan atribut papua merdeka ketika acara tersebut dihadiri oleh Presiden SBY. Seakan menampar pemerintah indonesia dan mengatakan pada dunia ini lho kami, papua merdeka ada dan eksis.

Dalam Perpres Nomor 6 tahun 2011 tentang pembentukan Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebagai upaya pemerintah untuk mempercepat pembangunan dipapua, dana yang diberikan oleh pemerintah sebesar 28 triliun untuk papua dan 5,1 triliun untuk papua barat. Dengan dana yang sebesar itu tentu harusnya ada sedikit perkembangan yang signifikan di papua. Namun yang terjadi justru dana sebesar itu diindikasikan dikorupsi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Kesenjangan pembangunan antara papua dengan daerah-daerah lain indonesia terutama jawa menimbulkan persepsi bahwa papua sengaja ditinggalkan. Lain dari itu potensi terbesar masyarakat papua justru dikuasai pihak asing (PT Freeport), yang mana hasil dari pengelolaan sumberdaya papua tersebut tidak memberikan dampak yang signifikan bagi kesejateraan masyarakat papua.

Masalah pendidikan juga menjadi salah satu persoalan mendasar di papua. Tidak meratanya kualitas dan kuatitas pendidikan dipapua, menyebabkan rendahnya sumber daya manusia di papua. Dampaknya ketidak sepahaman pemikiran dalam pembangunan papua dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sekalipun sudah ada otonomi khusus papua, permasalahan ini masih saja belum dapat dipecahkan. Masalah-masalah ini apabila tidak segera diselesaikan bukan tidak mungkin papua menjadi timor-timur yang ke dua.
Membangun papua harus dengan hati, peningkatan tindakan represif justru malah akan menambah keruh suasana. Gerakan persuasif diikuti dengan komitmen pemerintah untuk membangun papua dan menggunakan potensi papua sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat papua baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Sabtu, 15 Oktober 2011

Kepatuhan masyarakat terhadap hukum,adakah??

Kita hidup dalam sebuah keberagaman macam-macam manusia dengan segala bentuk tingkah lakunya. Sekumpulan manusia yang membentuk suatu komunitas yang disebut masyarakat, dalam suatu populasi tentu memiliki berbagai macam norma yang berbeda satu sama lainnya. Ketika oleh negara berbagai macam masyarakat ini dipaksakan untuk menundukan diri terhadap norma yang dibuat oleh pemerintah, dalam hal ini norma hukum, bagaimana sikap masyarakat tersebut?
Berbagai macam faktor dalam kehidupan sosial masyarakat mempengaruhi tingkat kepatuhan hukum, baik tingkat pendidikan, budaya hukum maupun tingkat ekonomi. Walaupun faktor2 tersebut tidak selalu determinan, maksudnya dalam masa ini yang tidak patuh hukum sudah sulit dibedakan melalui faktor-faktor tersebut. Baik mahasiswa atau tukang becak sama2 melanggar hukum, contoh yang paling gampang yaitu dalam sikap berlalulintas (pengamatan penulis, termasuk pada diri saya sendiri.. :) ..).
Robert Seidman mengatakan dalam bukunya The State Law and Development (1978) bahwa; seseorang barangkali akan mematuhi undang-undang atau aturan hukum, bila kebaikan atau keuntungan dari kepatuhannya itu melebihi kerugiannya bila ia melanggar hukum. Maksudnya seseorang dalam bertindak atau berbuat tidak didasari kepatuhan hukumnya, namun melihat apakah perbuatan yang dilakukan nantinya menimbulkan keuntungan atau kerugian. Dalam hal ini faktor subyektifitas sangat berperan dimana niat serta pertimbangan untung ruginya ia pikirkan sendiri berdasarkan pengalamannya.
Selain itu Max Weber dalam bukunya On Law in Economy and Society (1954) mengatakan bahwa sebagian besar dari orang orang berbuat sesuai dengan hukum, bukan atas dasar kepatuhan yang dipandang sebagai kewajiban hukum, tetapi lingkungannya menyetujui perilaku seperti itu atau tidak menyetujui perbuatan yang menyimpang dari hukum atau mungkin juga perbuatan yang dilakukan tanpa dipikirkan. Maksudnya, seseorang berbuat sesuai aturan hukumnya, bukan karena dia tahu hukum maupun taat hukum, namun ia tidak ingin dicap jelek oleh masyarakat apabila ia tidak berlaku sesuai dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat sebagai suatu kebiasaan. Jadi walaupun ia tidak tahu hukum, namun dengan perilakunya yang seolah-olah taat hukum, padahal hanya ingin di cap baik dan tidak melanggar kebiasaan dalam masyarakat, serta kebetulan kebiasaan itu sesuai dengan hukum yang ada.
Selain itu faktor keberadaan sanksi juga mempengaruhi perilaku taat masyarakat terhadap hukum. Karena fungsi sanksi, terutama sanksi pidana yaitu menjerakan orang yang telah melanggar hukum, sehingga ia tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut (fungsi represif), dan yang kedua yaitu menakut-nakuti masyarakat agar tidak berbuat yang melanggar hukum dikarenakan ada sanksi tersebut (fungsi preventif).
Faktor lainnya yaitu karena adanya petugas penegak hukum, dalam hal ini polisi. Masyarakat menjadi patuh hukum ketika ada polisi yang menjaga hukum itu. Jadi bukan taat hukum, tapi takut dengan polisi.
Pertanyaan lebih lanjut, apakah tingkat kesadaran masyarakat terhadap hukum masih rendah?Tentu tidak dapat dijawab dengan jawaban seadanya, banyak faktor yang mempengaruhi, terutama membangun budaya patuh hukum mulai dari tingkat anak-anak sampai dewasa.